Aturan Pendirian Bangunan di Laut dalam UU Cipta Kerja Dinilai Masih Rancu


 Disahkankannya Undang-Undang (UU) Cipta Kerja Nomor 11 tahun 2020 oleh DPR dan Pemerintahan, dipandang memberikan keringanan untuk usaha bidang perikanan dan kelautan, tetapi dibalik itu masih ada kontra dan pro yang dipandang tidak sesuai UU awalnya.

Diantaranya Guru Besar FPIK UNDIP Sutrisno Anggoro menyorot berkaitan Pasal 2b mengenai Persyaratan, syarat, dan Proses pendirian dan atau peletakan bangunan di laut, yang dinilai rancu.

Ketetapan itu berkaitan instruksi undang-undang nomor 11 tahun 2020 pasal 32 berkenaan bangunan dan instalasi di laut yang mengeluarkan bunyi (1) Dalam rencana keselamatan pelayaran seluruh wujud bangunan dan instalasi di laut tidak mengusik jalur pelayaran dan Jalur Laut.

"Sebenarnya saya memandang cukup rancu Sebab yang bernama Jalur Laut itu ada jalur pelayaran didalamnya, mungkin yang diartikan jalur pelayaran di sini ini berkaitan dengan matra dataran. Jika di matra darat benar ada detil jalur pelayaran," kata Sutrisno dalam Acara Serap Inspirasi RPP Penerapan UU Cipta Kerja Pada Bidang Kelautan dan Perikanan, Selasa (22/12/2020).

Selanjutnya bunyi (2) Pendirian dan atau peletakan bangunan laut harus menimbang kelestarian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil; (3) Ketetapan selanjutnya tentang persyaratan syarat dan proses pendirian atau peletakan bangunan di laut, ditata dalam ketentuan pemerintahan.

Dianya menyarankan jika persyaratan dan persyaratan barusan jika dapat ditambah cerita ‘Pendirian dan peletakan bangunan jangan mengusik atau merintangi jalur migrasi biota air untuk kepentingan kawin dan memijah dan cari lokasi yang pas untuk membesarkan diri sama tuntutan daur hidup.

"Sebab ini adalah amanah dari undang-undang nomor 27 tahun 2007 Jo undang-undang nomor satu tahun 2014, diakomodasi di Ketentuan Pemerintahan Nomor 32 tahun 2019 mengenai tata ruangan laut terhitung tempat cari lokasi yang pas untuk membesarkan diri sama tuntutan daur hidup," terangnya.

Dianya memberi contoh bangunan di perairan darat dan laut yang berpengaruh pada migrasi ikan yang dilindungi yaitu Dam, Bendung, dan tanggul.

Untuk pendirian dan peletakan Dam atau Bendung di jalur sungai atau di muara sungai harus ditanggung tidak merintangi jalur migrasi ikan sama keperluan daur hidup ikan katadrom atau diadrom (kawin, memijah)

"SSeandainya bangunan itu masih dibuat nanti Dam atau Bendung memerlukan catatan harus diperlengkapi pada jalan ikan atau tangga ikan (fish way atau fish trek). Nah ini yang tidak ada baik di undang-undang nomor 11 tahun 2020 atau di RPP," ujarnya.

Legitimasi Undang-Undang (UU) Cipta Kerja Nomor 11 tahun 2020 yang baru ditetapkan DPR dan Pemerintahan, dipandang memberikan keringanan untuk usaha bidang perikanan dan kelautan.

Guru Besar FPIK UNDIP Sutrisno Anggoro menyorot berkaitan Pasal 2 mengenai perombakan posisi zone Pokok, seharusnya butir 2a ditukar jadi "Perombakan Posisi Zone Pokok Pada Teritori Pelestarian Perairan Pesisir dan Pulau-pulau kecil".

Saran itu adalah dari hasil beberapa dialog dengan penopang kebutuhan terbatas, yaitu agar tidak terlihat begitu vulgar jika orientasinya begitu memihak untuk kebutuhan investasi periode pendek, khususnya memprioritaskan kebutuhan ekonomi.

"Seharusnya butir 2a ini ditukar jadi Perombakan posisi Sona pokok pada teritori pelestarian perairan pesisir dan pulau-pulau kecil. Ini sesudah menyaksikan barusan beberapa ketentuan perundangan yang karakternya lex specialis," kata Sutrisno dalam Acara Serap Inspirasi RPP Penerapan UU Cipta Kerja Pada Bidang Kelautan dan Perikanan, Selasa (22/12/2020).

Selanjutnya perlu ditambah ketetapan perombakan zone pokok pada teritori pelestarian ini "jangan" dikerjakan jika di zone atau teritori itu (zone pokok) ditempati oleh biota laut yang masuk kelompok sangat jarang atau hampir musnah, dilindungi undang-undang, dan epidemik sedentary.

"Epidemik Sedentary yang berarti tinggal cuman ada dalam tempat itu hingga jika alokasinya dirubah dicemaskan sumber daya ciptaan Allah ini akan musnah di muka bumi hingga kelak dalam analisisnya harus tambahan berhati-hati," katanya.

Menurut dia perombakan posisi zone pokok sesudah diamati bila disaksikan undang-undang cipta kerja, ketentuan ini sebenarnya menampung instruksi undang-undang nomor 11 tahun 2020 mengenai Cipta kerja pasal 51.

Bunyi pasal 51 "(1) Pemerintahan pusat berkuasa memutuskan Perombakan posisi zone pokok pada teritori pelestarian nasional; (2) Ketetapan selanjutnya tentang perombakan posisi zone pokok ditata dalam Ketentuan Pemerintahan."

Terang Sutrisno, bunyi dari kalimat "teritori pelestarian nasional" mungkin ada yang memiliki pendapat jika teritori pelestarian yang bukan nasional lalu bagaimanakah, misalkan teritori pelestarian wilayah.

"RPP ini menampung dari butir ke-2 itu mengapa tampil Perombakan posisi zone pokok, tetapi sebaiknya jika kita saksikan hal yang berkaitan yakni di pasal 17 undang-undang cipta kerja," katanya.

Bunyi pasal 17 UU Cipta Kerja yaitu butir pertama, Pemberian hal pemberian izin usaha berkaitan pendayagunaan di laut harus menimbang kelestarian ekosistem perairan pesisir, warga, nelayan tradisionil, kebutuhan nasional dan hak lintas nyaman untuk Kapal asing.

Butir ke-2 , mengeluarkan bunyi Hal pemberian izin Usaha berkaitan pendayagunaan di laut "tidak bisa diberi" pada zone pokok di teritori pelestarian.

Kata Sutrisno, butir ke-2 ini yang penting pencermatan semakin khusus. Jika berdasar pada butir 2, aktivitas apa saja aktivitas usaha apa saja tidak dapat dikerjakan di zone pokok di teritori pelestarian.

"Oleh karenanya dipandang adalah peraturan nasional vital dapat dicari pilihan lain. Dengan mengubah posisi zone pokok barusan, tetapi prosesnya panjang," ujarnya.

Menteri Koordinator Ekonomi Airlangga Hartarto menjawab beberapa pertanyaan khalayak masalah undang-undang Cipta Kerja. Airlangga menerangkan arah pemerintahan dibalik UU Cipta Kerja.

Postingan populer dari blog ini

The troublesome atmosphere professional athletes were actually put in should

A Heart’s Enchantment

INTERVIEW: Ken Block goes electric with Audi